lagu

efa

Minggu, 03 Juni 2012

PERAN LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP KREATIVITAS


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat primer dan fundamental. Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orangtuanya. Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritik yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan harmonis maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukkan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri kepribadian yang terganggu bahkan menjadi gagal sama sekali dalam tugas sebagai makhluk sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya. Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat tetapi menepati kedudukan yang primer dan fundamental, oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya. Keluarga yang gagal memberi cinta kasih dan perhatian akan memupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Demikian pula jika keluarga tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau tersesat jalannya.
Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi seorang anak. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat dan mendidik seorang anak. Jelaslah keluarga menjadi tempat pendidikan pertama yang dibutuhkan seorang anak. Dan cara bagaimana pendidikan itu diberikan akan menentukan. Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya adalah untuk meletakkan dasar dan arah bagi seorang anak. Pendidikan yang baik akan mengembangkan kedewasaan pribadi anak tersebut. Anak itu menjadi seorang yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan kewajibannya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGARUH KELUARGA TERHADAP KREATIVITAS
Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia (Maslow, dalam Munandar, 2009). Pada dasarnya, setiap orang dilahirkan di dunia dengan memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat diidentifikasi (ditemukenali) dan dipupuk melalui pendidikan yang tepat (Munandar, 2009). Munandar (2009) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama  dalam pengembangan kreativitas individu. Sejak usia dini, anak memiliki potensi yang sangat besar. Menurut Prof. Dr. Utami Munandar, seorang pakar kreativitas Indonesia, kapasitas otak anak pada usia 6 bulan sudah mencapai sekitar 50 % dari keseluruhan potensi orang dewasa. Otak seorang anak ternyata sangat luar biasa. Pada masa ini, anak mengalami perkembangan intelektual otak yang sangat cepat.Tingkat perkembangan intelektual otak anak, sejak lahir sampai usia 4 tahun mencapai 50%. Oleh karena itu, pada masa empat tahun pertama ini sering disebut juga sebagai Golden Age (Masa Keemasan), karena si anak mampu menyerap dengan cepat setiap rangsangan yang masuk. Si anak akan mampu menghafal banyak sekali informasi, seperti perbendaharaan kata, nada, bunyi-bunyian, dsb. Hingga usia 8 tahun, anak telah memiliki tingkat intelektual otak sekitar 80 %. Perkembangan intelektual otak ini relatif berhenti dan mencapai kesempurnaannya (100%) pada usia 18 tahun. Jadi setelah usia 18 tahun, intelektualitas otak tidal lagi mengalami perkembangan.Oleh karena itu, jika para orang tua menyia-nyiakan kesempatan emas (Golden Age) pada masa kanak-kanak, berarti mereka telah kehilangan satu momen yang sangat baik untuk memberikan landasan bagi pendidikan anak selanjutnya. Salah satu kebiasaan buruk para orang tua adalah menenggelamkan si anak dalam buaian mereka pada usia 3 6 tahun, sehingga sebagian besar anak kehilangan kesempatan untuk mengasah potensi.Pendidikan orang tua terhadap anak akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kreativitas anak. Anak yang memiliki bakat tertentu, jika tidak diberikan rangsangan-rangsangan atau motivasi dari orang tua dan lingkungannya, tidak akan mampu memelihara, apalagi mengembangkan bakatnya.Berdasarkan sebuah penelitian, di sekolah ditemukan kurang lebih 40 % anak berbakat tidak mampu berprestasi setara dengan kapasitas yang sebenarnya dimiliki (Achir,1990). Akibatnya, sekalipun berkemampuan tinggi, banyak anak berbakat tergolong kurang berprestasi. Untuk memberikan motivasi kepada anak berbakat, orang tua atau pendidik perlu melakukan penelaahan agar dapat mengenali ciri-ciri, kebutuhan dan kecenderungan si anak yang relatif berbeda dengan anak biasa. Setelah hal-hal tersebut diketahui, orang tua atau pendidik akan lebih mudah untuk menciptakan susana yang cocok bagi perkembangan bakat si anak.Menurut Renzulli, keberbakatan meliputi tiga cluster ciri, yaitu kemampuan umum yang tergolong di atas rata-rata (above average ability), kreativitas yang kaya (creativity), dan pengikatan diri terhadap tugas (task commitment).Seorang anak berbakat biasanya mudah dikenali, karena berbeda dan memiliki kelebihan dibanding dengan anak-anak sebayanya. Anak yang memiliki kreativitas tinggi biasanya memiliki ciri-ciri : punya rasa ingin tahu yang besar, aktif dan giat bertanya serta tanggap terhadap suatu pertanyaan, selalu ingin meneliti sesuatu, cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan, berdedikasi yang tinggi dan aktif dalam menjalankan tugas, mempunyai daya imajinasi dan abstraksi yang baik, memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan mandiri, dll.Seorang berbakat, menurut Dr. Yaumil Agoes Achir, selain memiliki keunggulan intelektif juga memiliki keunggulan non intelektif. Pendekatan terhadap mereka yang berbakat yang terbatas pada intelektual belaka akan mengganggu keseimbangan perkembangannya. Kecerdasan emosional juga turut menentukan keberhasilan bakat seorang anak.Keluarga adalah lingkungan yang paling banyak mempengaruhi kondisi psikologis dan spiritual anak. Di Jepang, misalnya, karena Jepang sangat memperhatikan pengembangan kreativitas anak melalui kebebasan dan pemupukan kepercayaan diri, kebangkitan kreativitas anak-anak di Jepang mengungguli anak-anak di Amerika dan Eropa (Awwad, 1995).Menurut Prof. Dr. Utami Munandar, kondisi yang menunjang perkembangan kreativitas dan penuntun umum untuk mengembangkan kreativitas anak didik. Strategi yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas adalah 4 P, yaitu dilihat dari segi Pribadi, Pendorong, Proses dan Produk.Kreativitas ditinjau dari segi pribadi menunjuk pada potensi atau daya kreatif yang ada pada setiap pribadi, anak maupun orang dewasa. Pada dasarnya, setiap orang memiliki bakat kreatif dengan derajat dan bidang yang berbeda-beda. Untuk dapat mengembangkan kreativitas anak atau kreativitas diri sendiri, pertama-tama kita perlu mengenal bakat kreatif pada anak (atau pada diri sendiri), menghargainya dan memberi kesempatan serta dorongan untuk mewujudkannya.Agar kreativitas dapat berkembang memerlukan dorongan atau pendorong dari dalam sendiri dan dari luar. Pendorong yang datangnya dari diri sendiri, berupa haasrat dan motivasi yang kuat untuk berkreasi, sedangkan yang dari luar misalnya keluarga, sekolah dan lingkungan.Sedangkan kreativitas sebagai suatu proses, dapat dirumuskan sebagai suatu bentuk pemikiran dimana individu berusaha menemukan hubungan-hubungan yang baru untuk mendapatkan jawaban, metode atau cara-cara baru dalam menghadapi suatu masalah. Pada anak yang masih dalam proses pertumbuhan, kreativitas hendaknya mendapat perhatian dan jangan terlalu cepat mengharapkan produk kreativitas yang bermakna atau bermanfaat.Hal yang lebih penting adalah menumbuhkan sikap senang dan berminat untuk bersibuk diri secara kreatif. Anak perlu berkreasi sekaligus berekreasi. Faktor bermain adalah penting dalam mengembangkan kreativitas, bahkan tidak hanya pada anak.Suatu penelitian di Jakarta tentang sikap orang tua dalam pendidikan anak menyimpulkan bahwa orang tua kurang menghargai perkembangan dari ciri-ciri inisiatif, kemandirian dan kebebasan yang erat hubungannya dengan pengembangan kreativitas dan lebih mementingakan ciri-ciri kerajinan, disiplin dan kepatuhan.
            Kreativitas sangat penting dalam kehidupan seseorang. Jika sedari dini kreativitas anak
      sudah dikembangkan, seperti dikatakan Prof. Dr. S. C. Utami Munandar berarti kita sudah
      memberi dasar kokoh pada kehidupan anak selanjutnya, karena dalam dirinya sudah
      terbentuk sikap dan pribadi kreative. Dengan begitu, ia akan lebih siap dan mampu
      menghadapi masalah-masalah di masa depan. Sebagaimana kehidupan ini berubah amat
      cepat, jika anak tidak kreatif  ia takkan mampu menyesuaikan diri dengan segala perubahan 
      yang terjadi d zamannya. Jadi, jika orang tua ingin anaknya tumbuh dan berkembang sebagai
      orang kreatif, optimalkan fungsi belahan otak kanannya sejak sekarang. Menurut Conny, hal
      ini sudah bisa dilakukan sejak anak berusia nol tahun karena manusia itu mulai belajar sejak
      nol tahun.


Ø  CARA EFEKTIF MENGGALI KREATIVITAS ANAK
Sebagaimana kita ketahui bahwa pengalaman anak terbentuk dari pengalaman kerja dan diimbangi dengan lingkungan sekitarnya. Banyak sekali teori yang mengatakan bahwa mayoritas kebiasaan yang dipilih para orang tua untuk membentuk kreativitas anaknya adalah dengan menumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan anak dengan pekerjaan yang sesuai serta memberi kebebasan kepada anak untuk memilih kegemarannya sendiri tanpa campur tangan pihak luar. Ada juga teori yang mengatakan bahwa peran keluarga dalam menunjang kreativitas anak harus menggunakan asas demokrasi dan kebebasan dalam setiap aktivitas anak. Semua itu akan menumbuhkan kemampuan anak dalam berkarya. Karena itu, orang tua harus memperhatikan pendidikan keterampilan keluarga. Cara ini dianggap sebagai pendidikan yang mengarah pada perkembangan pemikiran dan kreativitas seni anak. Diwaktu luang, anak diberi kesempatan memecahkan masalah yang dihadapinya pada saat berkarya. Hal-hal yang akan membuka wawasannya dapat membantu mereka mengembangkan kemampuan di saat berkarya. Cara ini dapat mempengaruhi daya cipta anak dengan sempurna dalam bentuk karya seni yang berbeda-beda. Tidak diragukan lagi bahwa usaha, sarana, latihan, pengalaman mewarnai, menggaris, mengukur,, membentuk, menandai, menimbang, dll. dapat membantu perkembangan ekspresi seni pada diri anak. Aturan hidup, baik ketika masih kecil maupun sudah dewasa, adalah faktor yang menentukan. Keunggulan generasi ditentukan oleh pemanfaatan waktu luang, terutama pada anak. Memanfaatkan waktu luang sangat bergantung pada kebiasaan orang tua dan lingkungan masyarakat sekitar, supaya kita dapat menyelamatkan anak-anak dari kebosanan belajar. Kami mengajak kepada para orang tua untuk sepenuhnya mencurahkan perhatian dengan memanfaatkan waktu luang bagi anak, seperti olahraga, kesenian, keilmuan, serta kegiatan lain yang bermanfaat baginya, bagi keluarga, masyarakat dan agamanya.
Ø  SIKAP ORANG TUA YANG MENUNJANG KREATIVITAS ANAK
Dalam rangka mengembangkan kreativitas anak, maka orang tua dalam keluarga sangat berperan sekali, hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Ambali dalam Munandar tentang sikap orang tua yang menunjang kreativitas anak yaitu :
1.      Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya.
2.      Memberi waktu untuk berpikir, merenung dan berkhayal.
3.      Membiarkan anak untuk mengambil keputusan sendiri.
4.      Mendorong kemelitan (pen:keingintahuan) anak, untuk menjajaki dan mempertanyakan banyak hal.
5.      Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan, dan apa yang dihasilkan.
6.      Menunjang dan mendorong kegiatan anak.
7.      Menikmati keberadaannya bersama anak.
8.      Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak.
9.      Mendorong kemandirian anak dalam bekerja.
10.  Melatih hubungan kerjasama dengan anak.
                  Berdasarkan ungkapan diatas, jelas bahwa orang tua sangat mempengaruhi bagi seorang anak dalam mengembangkan kreativitasnya. Kenyataan pada saat ini masih banyak kelluarga yang mengabaikan pengembangan kreativitas anak secara maksimal dengan asumsi bahwa anak dapat berkembang dengan sendirinya, sehingga banyak variasi yang dialami anak dalam mengembangkan kreativitasnya bahkan banyak anak yang berpotensi tidak adapat mengembangkan kreativitasnya karena tidak adanya bimbingan secara khusus dari orang tua.

Ø  DAMPAK SIKAP ORANG TUA TERHADAPA KREATIVITAS ANAK
1.      Beberapa faktor penentu
a.       Kebebasan
Orang tua yang percaya untuk memberikan kebebasan pada anak cenderung mempunyai anak kreatif.
b.      Respek
Anak kreatif biasanya mempunyai orang tua yang menghormati mereka sebagai individu, percaya pada kemampuan mereka dan menghargai keunikan anak.
c.       Kedekatan emosi yang sedang
Kreativitas anak dapat dihambat dengan suasana emosi yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, atau rasa terpisah. Namun keterikatan emosi yang berlebih juga tidak menunjang pengembangan kreativitas.
d.      Prestasi bukan angka
Orang tua anak kreatif menghargai prestasi anak, mereka mendorong anak untuk berusaha sebaik-baiknya dan mengahasilkan karya-karya yang baik.
e.       Orang tua aktif dan mandiri
Bagaimana sikap orang tua terhadap diri sendiri amat penting karena orang tua menjadi model utama bagi anak.
f.       Menghargai kreativitas
Anak  yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orang tua untuk melakuakan hal-hal yang kreatif.
2.      Orang tua sebagai model
           Ayah Marie Curie seorang guru besar fisika sering mengundang Marie kecil ke laboratoriumnya untuk melihat alat-alat untuk melakukan eksperimen. Semua orang dewasa dapat menjadi model bagi anak, guru, anggota keluarga, teman orang tua, atau kakek-nenek. Tetapi model yang paling penting adalah orang tua yang kreatif yang memusatkan perhatiannya terhadap bidang minatnya, yang menunjukan keahlian dan disiplin diri dalam bekerja, semangat dan motivasi internal

Ø  SIKAP ORAMG TUA YANG MENUNJANG DAN TIDAK MENUNJANG PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK
1.      Yang Menunjang
a.          Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk memngungkapkannya
b.      Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal
c.          Membolehkan anak mengambil keputusan sendiri
d.      Mendorong kemelitan anak,  untuk menjajaki dan mempertannyakan hal2
e.          Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan, dan apa yang dihasilkan
f.          Menunjang dan mendorong kegiatan anak
g.      Menikmati keberadaannya bersama anak
h.      Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak
i.           Menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan anak
2.      Sikap Tidak Menunjang
a.         Mengatakan kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat salah
b.      Tidak membolehkan anak marah kepada orang tua
c.          Tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua
d.      Tidak membolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak
e.          Anak tidak boleh berisik
f.          Orang tua ketat mengawasi kegiatan anak
g.      Orang tua memberi saran-saran spesifik tentangg penyelesaian tugas
h.      Orang tua krittis terhadap anak dan menolak gagasan anak
i.           Orang tua tidak sabar dengan anak
j.           Orang tua dan anak adu kekuasaan
k.      Orang tua menekan dan memaksa anak untuk meyelesaikan tugas
                                               Penting pula peranan kelompok orang tua sebagai pendukung program        keberbakatan di sekolah, misalnya dalam mencari mentor, membantu pelaksanaan    program, dan dapat membantu mengajar.

Ø  FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENYEBABKAN MUNCULNYA VARIASI ATAU PERBEDAAN KREATIVITAS YANG DIMILIKI
a.       Jenis kelamin 
                        Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak       perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk  sebagian besar hal ini             disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak   laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih      mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan             inisiatif  dan orisinalitas.
b.      Status sosial ekonomi 
                        Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif         daripada anak yang berasal dari sosial ekonomi kelompok yang  lebih rendah.        Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak      kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi     kreativitas.
c.       Urutan kelahiran
                        Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir     di tengah, lahir belakangan dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang tinggi       dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk        menjadi anak yang penurut daripada pencipta.
d.      Ukuran keluarga
                        Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif           daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara mendidik anak yang       otoriter dan kondisi sosioekonomi kurang menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi          dan menghalangi perkembangan kreativitas.
e.       Lingkungan kota vs lingkungan pedesaan
                        Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak lingkungan         pedesaan.
f.       Inteligensi
                        Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada   anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk           menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.
Ø  UPAYA MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK
                        Dalam upaya mengembankan kreativitas anak atau mengoptimalkan fungsi
      belahan otak kanannya. Orang tua tidak boleh menjadikan anak sebagai objek yang harus
      menerima apa saja yang ia sampaikan. Justru orang tua harus menjadikan anaknya sebagai
      subjek yang dilibatkan secara intensive berdialog (komunikasi dua arah) dengan mengacu
      pada topik yang kita bicarakan. Ini akan lebih efektif dan mengena karena belahan otak
      kanannya akan terfungsikan. Namun, apa yang disampaikan harus menerobos ke pusat minat
      anak, yang selanjutnya akan tergerak pula emosinya, hingga anak terdorong untuk berpikir.
      Hal ini disebut getaran emosional yang menjadikan berpikirnya anak tersentuh. Tentunya apa
      yang orang tua sampaikan haruslah familiar buat anak agar anak tertarik (masuk ke pusat
      minat), hingga ia pun tergerak untuk mengetahuinya, yang dilanjutkan dengan berpikir.
      Dengan begitu, belahan otak kanannya barulah berfungsi. Adapun caranya, dengan
      mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada anak. Misal, “Nak, kamu, kan, sering melihat
      burung. Nah, mengapa burung yang sering kamu lihat itu bisa terbang?” Mungkin ia akan
      menjawab, “karena burung punya sayap.” atau “Memang sudah dari sananya bisa terbang.”,
      bisa pula “Habis, kakinya kecil-kecil, kalau ada musuh dia tidak bisa lari kencang. Tapi kalau
      bisa terbang dia bisa cepat-cepat lari.”, dan seterusnya. Dengan begitu, orang tua melatih
      keterampilan berpikir mereka.
            Bisa juga orang tua mengajak anaknya membuat kesimpulan sendiri dari hasil
     pengamatannya terhadap lingkungannya selama ini. Caranya, minta ia membua kalimat
     dengan berpikir secara hipotesis (menduga sesuatu yang belum terjadi). Misal, membuat
     kalimat yang awalnya mengguanakan kata “Apabila”, seperti “Apabila hujan turun deras dari
     pagi hingga malam maka akan terjadi banjir.”, dan seterusnya. Cara lain yaitu mengajak anak
     bereksperimen dengan menggunakan alat peraga. Misal, orang tua ingin mengajar tentang
     erosi. Ajak anak menyiapkan dua buah kotak yang sama-sama diisi tanah, lalu satu kota
    ditanami rumput. Kita suruh ia mengamati kotak itu dan menuangkan air kedalamnya. Setelah
     itu simpulkan dan sampaikan pada anak bahwa tanah yang tak ada rumputnya bila diisi air
     akan mengalami erosi.

















BAB III
PENUTUP
Ø  KESIMPULAN
            Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama bagi perkembangan seorang anak, sebab keluarga merupakan wahana yang pertama untuk seorang anak dalam memperoleh keyakinan agama, nilai, moral, pengetahuan dan keterampilan, yang dapat dijadikan patokan bagi anak dalam berinteraksi dengan lingkungan. Melalui pendidikan dalam keluarga berbagai pola bimbingan dapat diterapkan, sehingga dengan adanya kegiatan bimbingan diharapkan dapat mengembangkan kreativitas anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Sebab keluarga adalah salah satu pusat pendidikan yang berfungsi untuk membentuk pribadi-pribadi yang berkualitas, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan diarahkan kepada pembentukkan kepribadian manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk susila. Melalui bimbingan dalam keluarga diharapkan dapat mempersiapkan generasi penerus yang memiliki berbagai kreativitas untuk pengembangan dirinya sejak usia dini.

Ø  SARAN
            Untuk dapat mengembangkan kreativitas anak atau kreativitas diri sendiri, pertama-tama orang tua perlu mengenal bakat kreatif pada anak (atau pada diri sendiri), menghargainya dan memberi kesempatan serta dorongan untuk mewujudkannya





IDENTIFIKASI & ASESMEN ANAK TUNAGRAHITA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Istilah identifikasi dan asesmen sering dipergunakan secara bergantian. Secara harfiah seseungguhnya identifikasi berbeda dengan asesmen . Identifikasi dini merupakan pada tahapan awal yang masih bersifat global/kasar dari asesmen yang lebih rinci dan hal detail. Tujuan dari identifikasi dini dan asesmen juga berbeda . Hal ini menyangkut kompetensi dan profesionalisme. Identifikasi dini sering dimaknai sebagai proses penjaringan awal mungkin, sedangkan asesmen dimaknai sebagai penyaringan. Identifikasi dini Anak Berkebutuhan Khusus dimaksudkan sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional/ tingkah laku) seawal mungkin dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inkulusi. Sesuai keperluan pembelajaran dan layanan khusus lain yang sesuai dengan kebutuhan anak, dapat dilanjutkan dengan kegiatan asesmen. Dengan asesmen akan diketahui kelemahan/ kesulitan anak dalam satu hal, kekuatan/potensi/kemampuan dan kelebihan anak dalam satu hal, serta kebutuhan layanan khusus yang diperlukan utnuk mengatasi satu hal.
B.     TUJUAN
Secara umum tujuan identifikasi ini adalah untuk menghimpun informasi seawal munggkin apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris neurologis) atau tidak. Disebut mengalami kelainan/ penyimpangan tentunya harus dibandingkan dengan anak lain yang sebaya dengannya. Hasil dari identifikasi akan dilanjutkan dengan asesmen, yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.

BAB I
PEMBAHASAN
Ø  IDENTIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
A.    Pengertian
Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata- rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi.
Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelejensi yang terlambat.
Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi sebagai berikut:
1.      Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
2.      Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
3.      Perkembangan bicara/bahasa terlambat,
4.      Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
5.      Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
6.      Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
B.     Klasifikasi Anak Tunagrahita
Ada beberapa klasifikasi anak Tunagrahita yang di ukur melalui IQ:
1)            Tunagrahita Ringan (IQ 51-70)
Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan   kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis,  berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak  begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun. Karena itu  anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra.
2)            Tunagrahita Sedang (IQ 36-51)
Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun mampu diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.
3)            Tunagrahita Berat (IQ dibawah 20)
Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dair bahaya. Asumsi anak tunagrahita sama dengan anak Idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong dalam tungrahita berat.
C.     Kebutuhan Belajar ABK dengan Keterbelakangan Mental
Seperti diketahui bahwa anak penyandang keterbelakangan mental sangat berrvariasi   kemampuannya mulai dari ringan,sedang sampai berat. Anak-anak terbelakang mental   pada umumnyan masih memiliki kemampuan /potensi dalam belajar dan    mengembangkan seluruh hidup sesuai dengan tingkat kemampuannya.Namun karena     keterbatasannya maka merea membutuhkan Layanan Pendidikan Khusus.
      Ada beberapa bidang perkembangan yang diperlukan oleh siswa-siswi yang terbelakang    mental :
a)            Pengembangan Kemampuan Kognitif
Anak-anak yang terbelakang mental pada umumnya memilii keterlambatan dalam bidang kognitif.Oleh karena itu maka perlu adanya pengembangan kognitif yakni: 1) the pace of learning Siswa Tunagrahita dalam belajar memerlukan waktu belajar lebih banyak dibandingkan dengan teman sebaya yang normal. 2) levels of learning,anak-anak terbelakang mental memerlukan dorongan untuk dapat memahami isi materi sesuai tingkat kemampuannya. 3) levels of comprehension, pada umumnya mengalami kesulitan mempelajari materi yang bersifat abstrak sehingga perlu adanya penggunaan media-media konkrit dalam pembelajaran.
b)           Pengembangan Kemampuan Bahasa
Keterlambatan dalam bidang bahasa merupakan salah satu cirri dari anak terbelakang mental. Keterlambatan pada bidang akademik pada umumnya juga bersumber dari keterlambatan bahasa. Agar ketrampilan berbahasa memadai maka memerlukan bimbingan bahasa.
c)            Pengembangan Kemampuan Sosial
Masalah utama yang dialami oleh anak terbelakang mental(Tunagrahita) adalah tidak adanya kemampuan bersosial. Hambatan ini berakibat pada ketidakmapuan anak dalam memahami kode atau aturan yang terdapay di sekolah,keluarga maupun masyarakat.Dalam upaya pengembangan social anak Tunagrahita diperlukan beberapa kebutuhan misalnya: 1) kebutuhan merasa menjadi bagian dari masyarakat. 2) Kebutuhan dari menemukan perlindungan dari sikap yang negative. 3) Kebutuhan aan kenyamanan social. 4) Kebutuhan untuk menghilangkan kebosanan.
D.    Kesulitan Belajar Anak Tunagrahita
Kesulitan belajar merupakan bidang yang sangat luas, dan sangat komplek untuk dipelajari, karena menyangkut sekurang-kurangnya aspek psikologis, neurologis, pendidikan dan aspek kehidupan sosial anak dalam keluarga/ masyarakat. Setiap disiplin ilmu memiliki cara pandang yang berebeda dalam memahami dan menjelaskan fenomena kesulitan belajar yang dialami oleh seorang anak. Anak berkesulitan belajar adalah anak yang memiliki gangguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis,mengeja atau menghitung. Batasan tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia perkembangan.
Ketika seorang anak belajar memerlukan kemampuan dalam beberapa aspek yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik, kemampuan mengingat (memory), proses kognitf (cognitive prcsess) dan perhatian (attention).Kemampuan-kemampuan tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar akan mengalami hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut mengalami gangguan. Apabila ada seorang anak yang mengalami kesulitan pada keempat aspek seperti itu ada kemungkinan anak tersebut mengalai kesulitan belajar yang bersifat internal (learning disability)
Berikut adalah contoh beberapa kesulitan belajar yang dialami oleh anak Tunagrahita yaitu:
1)            Kesulitan Membaca
Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia). Ada nama-nama lain yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu corrective readers dan remedial readers, (Hallahan, Kauffman, and Lloyd, 1985 : 202). Membaca mengandung beberapa pengertian. Di dalam Karnus Besar Bahasa Indonesia, membaca diartikan (1) melihat dan memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau dalam hati). (2) mengeja atau melafalkan apa yang tertulis. Hal itu menunjukkan bahwa untuk dapat membaca diperlukan adanya keterarnpilan khusus, yang dalam konteks ini adalah mengeja dan melafalkan apa yang tertulis. Dalam belajar membaca, anak harus terampil dalam mempersepsi bunyi fonem, morfem, sematik dan sintaksis. Ini biasa mdisebut dengan kemampuan berbahasa/ linguistik. Anak yang mempunyai kesadaran linguistik dengan baik, tidak akan mengalami kesulitan dalam belajar membaca. Pada umumnya anak Tunagrahita memiliki kemampuan yang kurang dalam hal mengingat (memory)yang merupakan suatu kesulitan kronis yang diduga bersumber dari neurologis (syaraf) , sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca anak Tunagrahita dipengaruhi oleh Aspek Persepsi dan Aspek Memory yang merupakan proses mental yang terletak di otak . Persepsi diperlukan dalam belajar utuk menganalisis informasi yang diterima. Misalnya, seorang anak diperlihatkan bentuk /h/ dan /n/. atau angka /6/ dengan /9/. Anak yang persepsi penglihatannya baik, akan dapat membedakannya. Sedangkan anak yang mengalami ganguan persepsi akan sangat sulit untuk menemukan karakter yang membedakan kedua bentuk tersebut. Dapat dibayangkan betapa sulitnya bagi seorang anak yang mengalami hambatan seperti ini untuk belajar membaca. Mengingat (memory) adalah kemampuan untuk menyimpan informasi dan pengalaman yang pernah dipelajari pada masa lalu dan dapat dimunculkan kembali jika diperlukan. Kemampuan mengingat ini mempunyai dua tingkatan yaitu ingatan jangka pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term memory). Mengingat sesuatu, baik yang dilihat maupun yang didengar dalam tempo yang sangat singkat, disebut ingatan jangka pendek (short term memory). Belajar sangat erat hubungannya dengan ingatan jangka pendek. Anak yang mengalami kesulitan dalam ingatan jangka pendek akan sangat sulit untuk menyimpan informasi atau pengalaman belajar dalam ingatan jangka panjang.
Kesulitan membaca disebabkan  karena kompetensi dasar membaca  belum tercapai dengan baik yaitu:
a.            Mengenal huruf,
b.           Menggabungkan dua huruf menjadi suku kata (peleburan bunyi),
c.            Menggabungkan suku kata menjadi kata atau kesulitan dalam menyusun kata dalam kalimat.
2)            Kesulitan Menulis
Anak Tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengingat abjad,huruf atau simbol sehingga mereka cenderung sulit untuk membaca tulisan,kata, bahkan kalimat. Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia (dysgraphia). (Jordon dikutip oleh Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985 : 237). Kesulitan belajar menulis yang berat disebut juga afgrafia. Pada dasarnya disgrafia menunjuk pada adanya ketidakkemampuan mengingat cara membuat huruf atau simbol – simbol matematika yang biasanya dikaitkan dengan kesulitan membaca atau disleksia.
 Ada beberapa aspek yang menyebabkan anak Tunagrahita  berkesulitan dalam belajar menulis yakni :
a.            Memegang pensil (Psikomotorik)
1.            Sudut pensil terlalu besar
2.            Sudut pensil terlalu kecil
3.            Menggenggam pensil seperti mau meninju
4.            Menyangkutkan pensil di tangan atau menyeret pensil. Jenis memegang pensil seperti ini  yakni termasuk ciri – ciri bagi anak kidal.
b.           Mengenal huruf
Anak Tunagrahita sulit dalam mengenal huruf, apabila sudah di acak-acak letaknya. Sehingga  untuk menuliskan huruf-huruf dengan rapi dan benar juga kesulitan. Dengan demikian maka Daya Ingat (Memory) anak Tunagrahita sangat lemah, sehingga perlu pelayanan khusus dalam pembelajaran. 
c.            Menulis ekspresif.
Yakni mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam suatu bentuk tulisan. Sehingga dapat dipahami oleh orang lain yang sebahasa, menulis ekspresif disebut juga mengarang atau komposisi.
4)            Kesulitan Berhitung Matematika
Keterampilan proses kognitif dasar sangat erat kaitannya dengan keterampilan belajar matematika. Anak yang telah memiliki keterampilan proses kognitif dasar akan lebih mudah untuk belajar matematika, dan sebaliknya. Keterampilan kognitif dasar meliputi: keterampilan dalam mengelompokkan objek menurut atribut tertentu, keterampilan mengurutkan objek menurut besar/kecil atau panjang pendek, korespondensi, dan kemampuan dalam konservasi.
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (discalculis) (Lerner, 1988 : 430). Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan saraf pusat.
Dalam pembelajaran matematika di lapangan, anak tunagrahita banyak mengalami hambatan yang dapat dilihat dari beberapa aspek seperti:
a)            Membilang : anak tunagrahita sulit untuk menyebutkan bilangan secara berurutan, seperti dari bilangan 9 sampai ke 12, dan dari bilangan 15 sampai ke 17, ada yang lancar dari 1 sampai 19 akan tetapi bilangan 20 tidak disebut tetapi kembali kebilangan 10.
b)           Mengoperasikan Penjumlahan,pengurangan,perkalian,pembagian
c)            Memecahkan masalah Matematika
demikian maka dapat disimpulkan bahwa anak Tunagrahita ketika  belajar mengalami beberapa kesulitan yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik, kemampuan mengingat (memory), proses kognitf (cognitive prcsess) dan perhatian (attention).Kemampuan-kemampuan tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar akan mengalami hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut mengalami gangguan.
Identifikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu identification, yang berarti pengenalan.
Identifikasi yang dimaksud pada pembahasan ini adalah cara untuk mengenali anak
tunagrahita dengan membandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Identifikasi
dimaksudkan bukan untuk labeling tapi untuk melihat hambatan-hambatan yang dialami
anak.
     Ada beberapa cara untuk melakukan identifikasi anak tunagrahita, diantaranya  adalah:
observasi, tes buatan, tes psikologi.
1.      Observasi
Observasi merupakan metode yang tertua diantara metode-metode yang digunakan untuk mengenali anak atau orang dewasa yang tunagrahita. Metode ini membutuhkan waktu yang relative lama, tetapi memberikan hasil yang lebih lengkap dibandingkan dengan metode lain. observasi bisa juga untuk melengkapi hasil tes dari psikolog, karena hasil tes belum tentu menunjukkan keadaan anak yang sebenarnya. Sebelum melakukan observasi seorang observer harus memahami dulu perkembangan rata-rata anak pada umumnya .
Ada dua macam bentuk observasi. Pertama membiarkan anak hidup dalam lingkungan yang wajar, observer hanya mencatat gejala-gejala yang timbul selama observasi. Supaya observasi lebih terarah harus memiliki pedoman observasi. Pedoman observasi ini dapat dibuat dengan mengacu pada perkembangan rata-rata anak pada umumnya. Cara ini tidak selamanya efektif karena memerlukan waktu yang cukup banyak. Kedua, supaya lebih efektif observer menciptakan lingkungan kondisi lingkungan yang dapat menarik perhatian anak sehingga anak mau bicara, melakukan sesuatu dan lain sebagainya.      
2.      Tes Buatan Guru
Tes buatan adalah tes yang dibuat oleh guru atau orang yang berkepentingan untuk mengenali anak tunagrahita. Supaya hasil tes lebih lengkap dan akurat akan lebih baik bila disertai dengan observasi. Tes bisa dibuat berdasarkan pada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui anak pada masa-masa perkembangannya. Pada pelaksanaannya anak diminta untuk mengerjakan tugas-tugas perkembangan yang sesuai dengan umurnya, apabila anak belum dapat maka  anak diberi tugas unuk umur sebelumnya sebaliknya apabila anak mampu untuk mengerjakan tugas perkembangan yang sesuai dengan umurnya maka dilanjutkan pada tugas perkembangan untuk umur di atasnya. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka dalam pelaksanaan tes harus



diciptakan kondisi yang membuat anak nyaman dan tidak terbebani oleh keberadaan tester sehinggan membuat anak gugup dan tidak melaksanakan tugasnya. 
3.      Tes Psikologi
Tes psikologi merupakan salah satu alat untuk mengenali apakah seorang anak
mengalami ketunagrahitaan atau tidak. Tes psikologi yang dipergunakan adalah tes
kecerdasasan. Tes ini lebih obyektif karena materi tes sudah diujicobakan sehingga  70
memenuhi persyaratan, prosedur pelaksanaannyapun diatur, termasuk cara pengolahan
hasil tes, sehingga akan mengurangi bias pada hasil tes.   
Tes kecerdasan akan lebih baik apabila disertai dengan tes kematangan sosial, mengingat kenyataannya bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila mengalami keterlambatan dalam kecerdasan dan disertai hambatan dalam prilaku adaptifnya. Tes kecerdasan yang ada dewasa ini lebih banyak yang dikembangkan di luar negeri, oleh karena itu dalam penggunaanya harus hati-hati, karena lingkungan fisik dan lingkungan sosial dan budaya serta kondisi ekonomi masing-masing negara seringkali tidak sama. Supaya tes-tes yang dikembangkan di luar negeri bisa digunakan maka perlu adaptasi dengan kondisi setempat. Diantara tes-tes psikologi yang banyak digunakan adalah tes buatan Binet yang kemudian direvisi di Stanford University sehingga disebut Test Stanford-Binet, Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) dan Raven’s Matrices.
Ø  ASESMEN ANAK TUNAGRAHITA
1.      Pengertian Asesmen
Istilah asesmen berasal dari Bahasa Inggris yaitu assesment yang berarti penilaian suatu keadaan.Jadi asesmen anak tunagrahita adalah penilain kemampuan anak tunagrahita. Penilaian yang di maksud dalam hal ini berbeda dengan evaluasi.Jika evaluasi dilaksanakan setelah anak itu belajar dan bertujuan untuk menilai keberhasilan anak dalam mengikuti pelajaran,akan tetapi pada asesmen tidak demikian,dalam asesmen penilaian dilakukan pada saat anak belum diberikan pelajaran atau setelah dari hasil deteksi di temukan bahwa ia diperkirakan tunagrahita,dan atau sementara belajar untuk program selanjutnya.asesmen bukan pula tes,akan tetapi tes merupakan bagian dari asesmen.sejalan dengan itu,Mulliken dan Buckely(1983) mendefinisikan asesmen sebagai berikut: “Assesment refers to the gathering of relevan information to help an individual make decisions.asessment in educational setting is a multipaceted process that involves for more than the administration of a test”
Dari uraian tersebut maka jelaslah bahwa asesmen merupakan usaha untuk menghimpun informasi yang relevan guna memahami atau menentukan keadaan individu.
2.      Tujuan Asesmen
Tujuan dilakukan asesmen berkaitan erat dengan waktu mengadakannya. Berikut ini akan diuraikan mengenai waktu pelaksanaan asesmen.
a.       Asesmen yang dilakukan setelah deteksi
Kegiatan asesmen ini dilaksanakan setelah anak tunagrahita ditemukan.dengan demikian Tujuan asesmen ini adalah:
1)      Untuk menyaring kemampuan anak tunagrahita
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan anak dalam setiap aspek.Misalnya,Bagaimana kemampuan bahasanya,kemampuan kognitipnya,kemampuan gerak,dan kemampuan penyesuaian dirinya.
2)      Untuk keperluan pengklasifikasian,penempatan,dan penetuan program pendidikan
 Anak  tunagrahita setelah diadakan penyaringan maka dapat diperkirakan apakah anak tersebut termasuk kedalam kategori tunagrahita ringan,sedang,atau berat.pengambilan kesimpulan dan penetapan sudah tentu harus didukung oleh data yang jelas.pengklasifikasian ini kaitannya dengan usaha penempatan.sebab perbedaan kemampuan anak tunagrahita amat berbeda.
3)      Untuk menentukan arah dan kebutuhan pendidikan anak tunagrahita.
Arah atau tujuan anak tunagrahita pada adasarnya sama dengan tujuan pendidikan pada umumnya hanya saja mengingat kemampuan anak tunagrahita yang terbatas,maka perlu dirumuskan tujuan khusus yang disesuaikan dengan tingkat ketunagrahitaannya.dengan demikian keluasan dan kedalaman tujuan pendidikan bagi mereka sangat erat kaitannya dengan tingkat ketunagrahitaan.maka perumusan tujuan untuk masing-masing tingkat ketunagrahitaan sangat diperlukan karena merupakan dasar pendangan atau acuan untuk menentukan arah ataupun program pendidikannya.
4)      Untuk mengembangkan program pendidikan yang diindividualisasakan atau biasa juga disebut IEP (Individualized Educational Program).
Dengan data yang diperoleh sebagai hasil asesmen dapatlah diketahui kemampuan dan ketidak mampuan anak tunagrahita.kemampuan-kemampuan itu menjadi dasar untuk mengembangkan kemampuan berikutnya.akibat dari pengembangan program yang didasarkan pada hasil asesmen,maka munculah rumusan program yang disesuiakan dengan kemampuan setiap anak.
5)      Untuk menentukan strategi,lingkungan belajar,dan evaluasi pengajaran.
Sama halnya dengan IEP bahwa dengan melihat hasil asesmen dapat ditentukan model strategi,lingkungan belajar,evaluasi maupun tindak lanjut pengajaran.seperti contoh:
a.       Strategi pengajaran
Strategi pengajaran klasikal kurang sesuai bila diterapkan pada anak tunagrahita,terutama jika mengajarkan bidang-bidang yang membutuhkan konsentrasi atau pembahasan tentang konsep-konsep.
b.      Lingkungan belajar
Pengaturan lingkungan belajar baik berupa lingkungan fisik maupun lingkungan suasana harus disesuaikan dengan keadaan tunagrahita.Lingkungan fisik seperti pengaturan meja dan kursi,lemari,papan tulis maupun gambar-gambar.dan lingkungan suasana seperti:Peraturan-peraturan,suara guru dalam mengajar,situasi lingkungan dan sebagainya.
c.       Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi tentu harus dirumuskan sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan anak.Pada anak tunagrahita ringan pada umumnya dapat dihadapkan pada bentuk soal tertulis dan lisan,sedangkan pada anank tunagrahita sedang atau berat sebaiknya evaluasi diberikan dalam bentuk perbuatan.

b.      Asesmen pada saat dan setelah diberikan pelajaran
Asesmen yang dilaksanakan pada saat dan setelah anak tunagrahita diberi pelajaran diperlukan untuk maksud merencanakan program selanjutnya.
Adapun tujuan asesmen ini adalah :
1)            Agar guru mendapat informasi tentang keberhasilan dan kegagalan mengajar serta kemajuan dan kesulitan belajar siswa.
2)            Agar guru dapat memilih dan menentukan program,evaluasi, dan strategi belajar mengajar,setra pengaturan lingkungan belajar.
3)            Agar guru dapat melakukan diagnosis,melaksanakan remididl teaching,dan memberikan tindak lanjut pelajaran.
3.      Ruang lingkup asesmen
Dengan memperhatikan tujuan asesmen sebagaimana diuraikan diatas,maka ruang lingkup asesmen dapat dikelompokan sebagai berikut:
a.       ruang lingkup asesmen yang diberikan sebelum anak mengikuti pelajaran
1)      Kemampuan menolong diri,meliputi: makan-minum,berpakaian dan merias diri,menjaga kebersiahan diri,keselamatan diri dan orientasi lingkungan.
2)      Kemampuan psikomotor,meliputi :gerak motorik kasar- halus,membangun bentuk,melipat,menggunting,menggambar dan menempel
3)      Perkembangan social-emusional,meliputi:bereaksi terhadap rangsangan dari luar,menyesuaikan diri pada situasi,bermain bersama,partisipasi dalam kegiatan,melaksanakan perintah,sikap percaya diri.
4)      Perkembangan bahasa,meliputi: bicara,pembendaharaan kata,menulis,menggambar.
5)      Perkembangan kognitif,meliputi:pengertian tentang ukuran,jumlah,bentuk; inisiatif,melaksanakan perintah,orientasi ruang dan sebagainya.
b.      Ruang lingkup pada saat anak tel;ah belajar dikelas
Setelah anak tunagrahita mengikuti pelajaran,ruang lingkup asesmen meliputi penilaian Untuk menetukan apa yang harus diajarkan kepada siswa secara individu dan penilaian untuk menentukan cara guru dalam mengajar siswa untuk mencapai kemajuan yang optimal.
c.       Alat asesmen. Bervariasinya tingkat intelegensi dan kognitif anak tunagrahita,menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasikekurangan dan kelebihan yang dimilikinya.Asesmen pada anak tunagrahita dilakukan untuk mengukur tingkatintelegensi dan kognitif, baik secara individual maupun kelompok. Alatuntuk asesmen anak tunagrahita dapat digunakan seperti berikut ini:
1)      Tes Intelegensi WISC-R (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang model WISC-R)
2)      Tes Intelegensi Stanford Binet (alat atau instrumen isian untukmengukur tingkat kecerdasan seseorang model Stanford Binet)
3)      Cognitive Ability test (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat pengetahuan yang dikuasai)











BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pelaksanaan identifikasi bertujuan untuk menemukan anak-anak yang tergolong anak-anak yang memerlukan kebutuhan khusus atau penanganan secara khusus. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh masyarakat setempat RT,RW atau orang tua, komite sekolah atau kepala sekolah setempat atau perangkat desa sehingga dapat dilakukan pendataan anak usia sekolah (SD/MI ) atau yang memerlukan pendidikan khusus
Langkah-langkah identifikasi adalah : (1) menghimpun data anak(2) Menganalisis data  anak dan mengklasifikasikannya (3) Mengadakan pertemuan konsultasi dengan kepala sekolah (4) Menyelenggarakan pertemuan kasus (case conference),(5) Menyusun laporan hasil pertemuan kasus. . Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inkulusi. Sesuai keperluan pembelajaran dan layanan khusus lain yang sesuai dengan kebutuhan anak, dapat dilanjutkan dengan kegiatan asesmen. Dengan asesmen akan diketahui kelemahan/ kesulitan anak dalam satu hal, kekuatan/potensi/kemampuan dan kelebihan anak dalam satu hal, serta kebutuhan layanan khusus yang diperlukan utnuk mengatasi satu hal. Aspek dan ruang lingkup bidang yang akan diasesmen meliputi   asesmen akademik misalnya :membaca, menulis, berhitung, perkembangan kognitif, prilaku adaptif
B.     SARAN
Sebaiknya orang tua atau guru ketika mendapati anaknya berbeda dengan anak normal, hendak mengidentifikasi dan melakukan asesmen guna meningkatkan keperluan pembelajaran dan layanan pendidikan khusus yang sesuai dengan kebutuhan anak.