lagu

efa

Minggu, 03 Juni 2012

IDENTIFIKASI & ASESMEN ANAK TUNAGRAHITA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Istilah identifikasi dan asesmen sering dipergunakan secara bergantian. Secara harfiah seseungguhnya identifikasi berbeda dengan asesmen . Identifikasi dini merupakan pada tahapan awal yang masih bersifat global/kasar dari asesmen yang lebih rinci dan hal detail. Tujuan dari identifikasi dini dan asesmen juga berbeda . Hal ini menyangkut kompetensi dan profesionalisme. Identifikasi dini sering dimaknai sebagai proses penjaringan awal mungkin, sedangkan asesmen dimaknai sebagai penyaringan. Identifikasi dini Anak Berkebutuhan Khusus dimaksudkan sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional/ tingkah laku) seawal mungkin dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inkulusi. Sesuai keperluan pembelajaran dan layanan khusus lain yang sesuai dengan kebutuhan anak, dapat dilanjutkan dengan kegiatan asesmen. Dengan asesmen akan diketahui kelemahan/ kesulitan anak dalam satu hal, kekuatan/potensi/kemampuan dan kelebihan anak dalam satu hal, serta kebutuhan layanan khusus yang diperlukan utnuk mengatasi satu hal.
B.     TUJUAN
Secara umum tujuan identifikasi ini adalah untuk menghimpun informasi seawal munggkin apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris neurologis) atau tidak. Disebut mengalami kelainan/ penyimpangan tentunya harus dibandingkan dengan anak lain yang sebaya dengannya. Hasil dari identifikasi akan dilanjutkan dengan asesmen, yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.

BAB I
PEMBAHASAN
Ø  IDENTIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
A.    Pengertian
Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata- rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi.
Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelejensi yang terlambat.
Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi sebagai berikut:
1.      Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
2.      Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
3.      Perkembangan bicara/bahasa terlambat,
4.      Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
5.      Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
6.      Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
B.     Klasifikasi Anak Tunagrahita
Ada beberapa klasifikasi anak Tunagrahita yang di ukur melalui IQ:
1)            Tunagrahita Ringan (IQ 51-70)
Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan   kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis,  berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak  begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun. Karena itu  anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra.
2)            Tunagrahita Sedang (IQ 36-51)
Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun mampu diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.
3)            Tunagrahita Berat (IQ dibawah 20)
Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dair bahaya. Asumsi anak tunagrahita sama dengan anak Idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong dalam tungrahita berat.
C.     Kebutuhan Belajar ABK dengan Keterbelakangan Mental
Seperti diketahui bahwa anak penyandang keterbelakangan mental sangat berrvariasi   kemampuannya mulai dari ringan,sedang sampai berat. Anak-anak terbelakang mental   pada umumnyan masih memiliki kemampuan /potensi dalam belajar dan    mengembangkan seluruh hidup sesuai dengan tingkat kemampuannya.Namun karena     keterbatasannya maka merea membutuhkan Layanan Pendidikan Khusus.
      Ada beberapa bidang perkembangan yang diperlukan oleh siswa-siswi yang terbelakang    mental :
a)            Pengembangan Kemampuan Kognitif
Anak-anak yang terbelakang mental pada umumnya memilii keterlambatan dalam bidang kognitif.Oleh karena itu maka perlu adanya pengembangan kognitif yakni: 1) the pace of learning Siswa Tunagrahita dalam belajar memerlukan waktu belajar lebih banyak dibandingkan dengan teman sebaya yang normal. 2) levels of learning,anak-anak terbelakang mental memerlukan dorongan untuk dapat memahami isi materi sesuai tingkat kemampuannya. 3) levels of comprehension, pada umumnya mengalami kesulitan mempelajari materi yang bersifat abstrak sehingga perlu adanya penggunaan media-media konkrit dalam pembelajaran.
b)           Pengembangan Kemampuan Bahasa
Keterlambatan dalam bidang bahasa merupakan salah satu cirri dari anak terbelakang mental. Keterlambatan pada bidang akademik pada umumnya juga bersumber dari keterlambatan bahasa. Agar ketrampilan berbahasa memadai maka memerlukan bimbingan bahasa.
c)            Pengembangan Kemampuan Sosial
Masalah utama yang dialami oleh anak terbelakang mental(Tunagrahita) adalah tidak adanya kemampuan bersosial. Hambatan ini berakibat pada ketidakmapuan anak dalam memahami kode atau aturan yang terdapay di sekolah,keluarga maupun masyarakat.Dalam upaya pengembangan social anak Tunagrahita diperlukan beberapa kebutuhan misalnya: 1) kebutuhan merasa menjadi bagian dari masyarakat. 2) Kebutuhan dari menemukan perlindungan dari sikap yang negative. 3) Kebutuhan aan kenyamanan social. 4) Kebutuhan untuk menghilangkan kebosanan.
D.    Kesulitan Belajar Anak Tunagrahita
Kesulitan belajar merupakan bidang yang sangat luas, dan sangat komplek untuk dipelajari, karena menyangkut sekurang-kurangnya aspek psikologis, neurologis, pendidikan dan aspek kehidupan sosial anak dalam keluarga/ masyarakat. Setiap disiplin ilmu memiliki cara pandang yang berebeda dalam memahami dan menjelaskan fenomena kesulitan belajar yang dialami oleh seorang anak. Anak berkesulitan belajar adalah anak yang memiliki gangguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis,mengeja atau menghitung. Batasan tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia perkembangan.
Ketika seorang anak belajar memerlukan kemampuan dalam beberapa aspek yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik, kemampuan mengingat (memory), proses kognitf (cognitive prcsess) dan perhatian (attention).Kemampuan-kemampuan tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar akan mengalami hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut mengalami gangguan. Apabila ada seorang anak yang mengalami kesulitan pada keempat aspek seperti itu ada kemungkinan anak tersebut mengalai kesulitan belajar yang bersifat internal (learning disability)
Berikut adalah contoh beberapa kesulitan belajar yang dialami oleh anak Tunagrahita yaitu:
1)            Kesulitan Membaca
Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia). Ada nama-nama lain yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu corrective readers dan remedial readers, (Hallahan, Kauffman, and Lloyd, 1985 : 202). Membaca mengandung beberapa pengertian. Di dalam Karnus Besar Bahasa Indonesia, membaca diartikan (1) melihat dan memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau dalam hati). (2) mengeja atau melafalkan apa yang tertulis. Hal itu menunjukkan bahwa untuk dapat membaca diperlukan adanya keterarnpilan khusus, yang dalam konteks ini adalah mengeja dan melafalkan apa yang tertulis. Dalam belajar membaca, anak harus terampil dalam mempersepsi bunyi fonem, morfem, sematik dan sintaksis. Ini biasa mdisebut dengan kemampuan berbahasa/ linguistik. Anak yang mempunyai kesadaran linguistik dengan baik, tidak akan mengalami kesulitan dalam belajar membaca. Pada umumnya anak Tunagrahita memiliki kemampuan yang kurang dalam hal mengingat (memory)yang merupakan suatu kesulitan kronis yang diduga bersumber dari neurologis (syaraf) , sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca anak Tunagrahita dipengaruhi oleh Aspek Persepsi dan Aspek Memory yang merupakan proses mental yang terletak di otak . Persepsi diperlukan dalam belajar utuk menganalisis informasi yang diterima. Misalnya, seorang anak diperlihatkan bentuk /h/ dan /n/. atau angka /6/ dengan /9/. Anak yang persepsi penglihatannya baik, akan dapat membedakannya. Sedangkan anak yang mengalami ganguan persepsi akan sangat sulit untuk menemukan karakter yang membedakan kedua bentuk tersebut. Dapat dibayangkan betapa sulitnya bagi seorang anak yang mengalami hambatan seperti ini untuk belajar membaca. Mengingat (memory) adalah kemampuan untuk menyimpan informasi dan pengalaman yang pernah dipelajari pada masa lalu dan dapat dimunculkan kembali jika diperlukan. Kemampuan mengingat ini mempunyai dua tingkatan yaitu ingatan jangka pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term memory). Mengingat sesuatu, baik yang dilihat maupun yang didengar dalam tempo yang sangat singkat, disebut ingatan jangka pendek (short term memory). Belajar sangat erat hubungannya dengan ingatan jangka pendek. Anak yang mengalami kesulitan dalam ingatan jangka pendek akan sangat sulit untuk menyimpan informasi atau pengalaman belajar dalam ingatan jangka panjang.
Kesulitan membaca disebabkan  karena kompetensi dasar membaca  belum tercapai dengan baik yaitu:
a.            Mengenal huruf,
b.           Menggabungkan dua huruf menjadi suku kata (peleburan bunyi),
c.            Menggabungkan suku kata menjadi kata atau kesulitan dalam menyusun kata dalam kalimat.
2)            Kesulitan Menulis
Anak Tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengingat abjad,huruf atau simbol sehingga mereka cenderung sulit untuk membaca tulisan,kata, bahkan kalimat. Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia (dysgraphia). (Jordon dikutip oleh Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985 : 237). Kesulitan belajar menulis yang berat disebut juga afgrafia. Pada dasarnya disgrafia menunjuk pada adanya ketidakkemampuan mengingat cara membuat huruf atau simbol – simbol matematika yang biasanya dikaitkan dengan kesulitan membaca atau disleksia.
 Ada beberapa aspek yang menyebabkan anak Tunagrahita  berkesulitan dalam belajar menulis yakni :
a.            Memegang pensil (Psikomotorik)
1.            Sudut pensil terlalu besar
2.            Sudut pensil terlalu kecil
3.            Menggenggam pensil seperti mau meninju
4.            Menyangkutkan pensil di tangan atau menyeret pensil. Jenis memegang pensil seperti ini  yakni termasuk ciri – ciri bagi anak kidal.
b.           Mengenal huruf
Anak Tunagrahita sulit dalam mengenal huruf, apabila sudah di acak-acak letaknya. Sehingga  untuk menuliskan huruf-huruf dengan rapi dan benar juga kesulitan. Dengan demikian maka Daya Ingat (Memory) anak Tunagrahita sangat lemah, sehingga perlu pelayanan khusus dalam pembelajaran. 
c.            Menulis ekspresif.
Yakni mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam suatu bentuk tulisan. Sehingga dapat dipahami oleh orang lain yang sebahasa, menulis ekspresif disebut juga mengarang atau komposisi.
4)            Kesulitan Berhitung Matematika
Keterampilan proses kognitif dasar sangat erat kaitannya dengan keterampilan belajar matematika. Anak yang telah memiliki keterampilan proses kognitif dasar akan lebih mudah untuk belajar matematika, dan sebaliknya. Keterampilan kognitif dasar meliputi: keterampilan dalam mengelompokkan objek menurut atribut tertentu, keterampilan mengurutkan objek menurut besar/kecil atau panjang pendek, korespondensi, dan kemampuan dalam konservasi.
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (discalculis) (Lerner, 1988 : 430). Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan saraf pusat.
Dalam pembelajaran matematika di lapangan, anak tunagrahita banyak mengalami hambatan yang dapat dilihat dari beberapa aspek seperti:
a)            Membilang : anak tunagrahita sulit untuk menyebutkan bilangan secara berurutan, seperti dari bilangan 9 sampai ke 12, dan dari bilangan 15 sampai ke 17, ada yang lancar dari 1 sampai 19 akan tetapi bilangan 20 tidak disebut tetapi kembali kebilangan 10.
b)           Mengoperasikan Penjumlahan,pengurangan,perkalian,pembagian
c)            Memecahkan masalah Matematika
demikian maka dapat disimpulkan bahwa anak Tunagrahita ketika  belajar mengalami beberapa kesulitan yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik, kemampuan mengingat (memory), proses kognitf (cognitive prcsess) dan perhatian (attention).Kemampuan-kemampuan tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar akan mengalami hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut mengalami gangguan.
Identifikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu identification, yang berarti pengenalan.
Identifikasi yang dimaksud pada pembahasan ini adalah cara untuk mengenali anak
tunagrahita dengan membandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Identifikasi
dimaksudkan bukan untuk labeling tapi untuk melihat hambatan-hambatan yang dialami
anak.
     Ada beberapa cara untuk melakukan identifikasi anak tunagrahita, diantaranya  adalah:
observasi, tes buatan, tes psikologi.
1.      Observasi
Observasi merupakan metode yang tertua diantara metode-metode yang digunakan untuk mengenali anak atau orang dewasa yang tunagrahita. Metode ini membutuhkan waktu yang relative lama, tetapi memberikan hasil yang lebih lengkap dibandingkan dengan metode lain. observasi bisa juga untuk melengkapi hasil tes dari psikolog, karena hasil tes belum tentu menunjukkan keadaan anak yang sebenarnya. Sebelum melakukan observasi seorang observer harus memahami dulu perkembangan rata-rata anak pada umumnya .
Ada dua macam bentuk observasi. Pertama membiarkan anak hidup dalam lingkungan yang wajar, observer hanya mencatat gejala-gejala yang timbul selama observasi. Supaya observasi lebih terarah harus memiliki pedoman observasi. Pedoman observasi ini dapat dibuat dengan mengacu pada perkembangan rata-rata anak pada umumnya. Cara ini tidak selamanya efektif karena memerlukan waktu yang cukup banyak. Kedua, supaya lebih efektif observer menciptakan lingkungan kondisi lingkungan yang dapat menarik perhatian anak sehingga anak mau bicara, melakukan sesuatu dan lain sebagainya.      
2.      Tes Buatan Guru
Tes buatan adalah tes yang dibuat oleh guru atau orang yang berkepentingan untuk mengenali anak tunagrahita. Supaya hasil tes lebih lengkap dan akurat akan lebih baik bila disertai dengan observasi. Tes bisa dibuat berdasarkan pada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui anak pada masa-masa perkembangannya. Pada pelaksanaannya anak diminta untuk mengerjakan tugas-tugas perkembangan yang sesuai dengan umurnya, apabila anak belum dapat maka  anak diberi tugas unuk umur sebelumnya sebaliknya apabila anak mampu untuk mengerjakan tugas perkembangan yang sesuai dengan umurnya maka dilanjutkan pada tugas perkembangan untuk umur di atasnya. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka dalam pelaksanaan tes harus



diciptakan kondisi yang membuat anak nyaman dan tidak terbebani oleh keberadaan tester sehinggan membuat anak gugup dan tidak melaksanakan tugasnya. 
3.      Tes Psikologi
Tes psikologi merupakan salah satu alat untuk mengenali apakah seorang anak
mengalami ketunagrahitaan atau tidak. Tes psikologi yang dipergunakan adalah tes
kecerdasasan. Tes ini lebih obyektif karena materi tes sudah diujicobakan sehingga  70
memenuhi persyaratan, prosedur pelaksanaannyapun diatur, termasuk cara pengolahan
hasil tes, sehingga akan mengurangi bias pada hasil tes.   
Tes kecerdasan akan lebih baik apabila disertai dengan tes kematangan sosial, mengingat kenyataannya bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila mengalami keterlambatan dalam kecerdasan dan disertai hambatan dalam prilaku adaptifnya. Tes kecerdasan yang ada dewasa ini lebih banyak yang dikembangkan di luar negeri, oleh karena itu dalam penggunaanya harus hati-hati, karena lingkungan fisik dan lingkungan sosial dan budaya serta kondisi ekonomi masing-masing negara seringkali tidak sama. Supaya tes-tes yang dikembangkan di luar negeri bisa digunakan maka perlu adaptasi dengan kondisi setempat. Diantara tes-tes psikologi yang banyak digunakan adalah tes buatan Binet yang kemudian direvisi di Stanford University sehingga disebut Test Stanford-Binet, Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) dan Raven’s Matrices.
Ø  ASESMEN ANAK TUNAGRAHITA
1.      Pengertian Asesmen
Istilah asesmen berasal dari Bahasa Inggris yaitu assesment yang berarti penilaian suatu keadaan.Jadi asesmen anak tunagrahita adalah penilain kemampuan anak tunagrahita. Penilaian yang di maksud dalam hal ini berbeda dengan evaluasi.Jika evaluasi dilaksanakan setelah anak itu belajar dan bertujuan untuk menilai keberhasilan anak dalam mengikuti pelajaran,akan tetapi pada asesmen tidak demikian,dalam asesmen penilaian dilakukan pada saat anak belum diberikan pelajaran atau setelah dari hasil deteksi di temukan bahwa ia diperkirakan tunagrahita,dan atau sementara belajar untuk program selanjutnya.asesmen bukan pula tes,akan tetapi tes merupakan bagian dari asesmen.sejalan dengan itu,Mulliken dan Buckely(1983) mendefinisikan asesmen sebagai berikut: “Assesment refers to the gathering of relevan information to help an individual make decisions.asessment in educational setting is a multipaceted process that involves for more than the administration of a test”
Dari uraian tersebut maka jelaslah bahwa asesmen merupakan usaha untuk menghimpun informasi yang relevan guna memahami atau menentukan keadaan individu.
2.      Tujuan Asesmen
Tujuan dilakukan asesmen berkaitan erat dengan waktu mengadakannya. Berikut ini akan diuraikan mengenai waktu pelaksanaan asesmen.
a.       Asesmen yang dilakukan setelah deteksi
Kegiatan asesmen ini dilaksanakan setelah anak tunagrahita ditemukan.dengan demikian Tujuan asesmen ini adalah:
1)      Untuk menyaring kemampuan anak tunagrahita
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan anak dalam setiap aspek.Misalnya,Bagaimana kemampuan bahasanya,kemampuan kognitipnya,kemampuan gerak,dan kemampuan penyesuaian dirinya.
2)      Untuk keperluan pengklasifikasian,penempatan,dan penetuan program pendidikan
 Anak  tunagrahita setelah diadakan penyaringan maka dapat diperkirakan apakah anak tersebut termasuk kedalam kategori tunagrahita ringan,sedang,atau berat.pengambilan kesimpulan dan penetapan sudah tentu harus didukung oleh data yang jelas.pengklasifikasian ini kaitannya dengan usaha penempatan.sebab perbedaan kemampuan anak tunagrahita amat berbeda.
3)      Untuk menentukan arah dan kebutuhan pendidikan anak tunagrahita.
Arah atau tujuan anak tunagrahita pada adasarnya sama dengan tujuan pendidikan pada umumnya hanya saja mengingat kemampuan anak tunagrahita yang terbatas,maka perlu dirumuskan tujuan khusus yang disesuaikan dengan tingkat ketunagrahitaannya.dengan demikian keluasan dan kedalaman tujuan pendidikan bagi mereka sangat erat kaitannya dengan tingkat ketunagrahitaan.maka perumusan tujuan untuk masing-masing tingkat ketunagrahitaan sangat diperlukan karena merupakan dasar pendangan atau acuan untuk menentukan arah ataupun program pendidikannya.
4)      Untuk mengembangkan program pendidikan yang diindividualisasakan atau biasa juga disebut IEP (Individualized Educational Program).
Dengan data yang diperoleh sebagai hasil asesmen dapatlah diketahui kemampuan dan ketidak mampuan anak tunagrahita.kemampuan-kemampuan itu menjadi dasar untuk mengembangkan kemampuan berikutnya.akibat dari pengembangan program yang didasarkan pada hasil asesmen,maka munculah rumusan program yang disesuiakan dengan kemampuan setiap anak.
5)      Untuk menentukan strategi,lingkungan belajar,dan evaluasi pengajaran.
Sama halnya dengan IEP bahwa dengan melihat hasil asesmen dapat ditentukan model strategi,lingkungan belajar,evaluasi maupun tindak lanjut pengajaran.seperti contoh:
a.       Strategi pengajaran
Strategi pengajaran klasikal kurang sesuai bila diterapkan pada anak tunagrahita,terutama jika mengajarkan bidang-bidang yang membutuhkan konsentrasi atau pembahasan tentang konsep-konsep.
b.      Lingkungan belajar
Pengaturan lingkungan belajar baik berupa lingkungan fisik maupun lingkungan suasana harus disesuaikan dengan keadaan tunagrahita.Lingkungan fisik seperti pengaturan meja dan kursi,lemari,papan tulis maupun gambar-gambar.dan lingkungan suasana seperti:Peraturan-peraturan,suara guru dalam mengajar,situasi lingkungan dan sebagainya.
c.       Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi tentu harus dirumuskan sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan anak.Pada anak tunagrahita ringan pada umumnya dapat dihadapkan pada bentuk soal tertulis dan lisan,sedangkan pada anank tunagrahita sedang atau berat sebaiknya evaluasi diberikan dalam bentuk perbuatan.

b.      Asesmen pada saat dan setelah diberikan pelajaran
Asesmen yang dilaksanakan pada saat dan setelah anak tunagrahita diberi pelajaran diperlukan untuk maksud merencanakan program selanjutnya.
Adapun tujuan asesmen ini adalah :
1)            Agar guru mendapat informasi tentang keberhasilan dan kegagalan mengajar serta kemajuan dan kesulitan belajar siswa.
2)            Agar guru dapat memilih dan menentukan program,evaluasi, dan strategi belajar mengajar,setra pengaturan lingkungan belajar.
3)            Agar guru dapat melakukan diagnosis,melaksanakan remididl teaching,dan memberikan tindak lanjut pelajaran.
3.      Ruang lingkup asesmen
Dengan memperhatikan tujuan asesmen sebagaimana diuraikan diatas,maka ruang lingkup asesmen dapat dikelompokan sebagai berikut:
a.       ruang lingkup asesmen yang diberikan sebelum anak mengikuti pelajaran
1)      Kemampuan menolong diri,meliputi: makan-minum,berpakaian dan merias diri,menjaga kebersiahan diri,keselamatan diri dan orientasi lingkungan.
2)      Kemampuan psikomotor,meliputi :gerak motorik kasar- halus,membangun bentuk,melipat,menggunting,menggambar dan menempel
3)      Perkembangan social-emusional,meliputi:bereaksi terhadap rangsangan dari luar,menyesuaikan diri pada situasi,bermain bersama,partisipasi dalam kegiatan,melaksanakan perintah,sikap percaya diri.
4)      Perkembangan bahasa,meliputi: bicara,pembendaharaan kata,menulis,menggambar.
5)      Perkembangan kognitif,meliputi:pengertian tentang ukuran,jumlah,bentuk; inisiatif,melaksanakan perintah,orientasi ruang dan sebagainya.
b.      Ruang lingkup pada saat anak tel;ah belajar dikelas
Setelah anak tunagrahita mengikuti pelajaran,ruang lingkup asesmen meliputi penilaian Untuk menetukan apa yang harus diajarkan kepada siswa secara individu dan penilaian untuk menentukan cara guru dalam mengajar siswa untuk mencapai kemajuan yang optimal.
c.       Alat asesmen. Bervariasinya tingkat intelegensi dan kognitif anak tunagrahita,menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasikekurangan dan kelebihan yang dimilikinya.Asesmen pada anak tunagrahita dilakukan untuk mengukur tingkatintelegensi dan kognitif, baik secara individual maupun kelompok. Alatuntuk asesmen anak tunagrahita dapat digunakan seperti berikut ini:
1)      Tes Intelegensi WISC-R (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang model WISC-R)
2)      Tes Intelegensi Stanford Binet (alat atau instrumen isian untukmengukur tingkat kecerdasan seseorang model Stanford Binet)
3)      Cognitive Ability test (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat pengetahuan yang dikuasai)











BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pelaksanaan identifikasi bertujuan untuk menemukan anak-anak yang tergolong anak-anak yang memerlukan kebutuhan khusus atau penanganan secara khusus. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh masyarakat setempat RT,RW atau orang tua, komite sekolah atau kepala sekolah setempat atau perangkat desa sehingga dapat dilakukan pendataan anak usia sekolah (SD/MI ) atau yang memerlukan pendidikan khusus
Langkah-langkah identifikasi adalah : (1) menghimpun data anak(2) Menganalisis data  anak dan mengklasifikasikannya (3) Mengadakan pertemuan konsultasi dengan kepala sekolah (4) Menyelenggarakan pertemuan kasus (case conference),(5) Menyusun laporan hasil pertemuan kasus. . Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inkulusi. Sesuai keperluan pembelajaran dan layanan khusus lain yang sesuai dengan kebutuhan anak, dapat dilanjutkan dengan kegiatan asesmen. Dengan asesmen akan diketahui kelemahan/ kesulitan anak dalam satu hal, kekuatan/potensi/kemampuan dan kelebihan anak dalam satu hal, serta kebutuhan layanan khusus yang diperlukan utnuk mengatasi satu hal. Aspek dan ruang lingkup bidang yang akan diasesmen meliputi   asesmen akademik misalnya :membaca, menulis, berhitung, perkembangan kognitif, prilaku adaptif
B.     SARAN
Sebaiknya orang tua atau guru ketika mendapati anaknya berbeda dengan anak normal, hendak mengidentifikasi dan melakukan asesmen guna meningkatkan keperluan pembelajaran dan layanan pendidikan khusus yang sesuai dengan kebutuhan anak.

6 komentar:

  1. perlu dikuasai dan dimengerti perlunya assesmen pada anak berkebutuhan khusus dalam menempatkan mereka sesuai dengan jenis ketunaan dan kondisi fisik ABK itu sendiri...
    Terima kasih....

    BalasHapus
  2. Belum tentu mereka terlahir dr orang tua dg ekonomi menengah ke bawah. Perlu dibedakan bahwa tunagrahita dan kesulitan belajar benar2 hal yang tidak sama

    BalasHapus
  3. dapat membantu menangani murid kami

    BalasHapus